Joint Venture WIKA Alami Kerugian Besar!

joint_venture_wika

BUMNREVIEW.COM, Jakarta – Joint Venture WIKA mengalami kerugian besar sepanjang tahun 2022.

Total kerugian yang dialami Joint Venture WIKA mencapai Rp59,59 miliar secara tahunan (YoY) dengan penurunan laba hingga hingga 119 persen.

Dalam laporan keuangan PT Wijaya Karya Tbk per 31 Desember 2022, besaran laba entitas ventura bersama WIKA mencapai Rp306,72 miliar, padahal di tahun 2021 nilainya Rp672,37 miliar.

Corporate Secretary WIKA, Mahendra Vijaya mengatakan kerugian yang dialami Joint Venture WIKA karena adanya penurunan laba dari beberapa proyek.

Mahendra menyebut ada sejumlah proyek yang sebelumnya meraih cuan besar, seperti Kereta Cepat Jakarta Bandung, Jakarta International Stadium, dan LPG Refrigrated Pertamina di Tuban.

Namun di tahun 2022 berbagai proyek ini sudah masuk ke tahap penyelesaian sehingga kontribusi laba Joint Venture WIKA tidak sebesar tahun 2021.

“Karena itu laba di tahun 2022 menurunan drastis hingga 119 persen pada entitas ventura bersama atau joint venture (JV),” kata Mahendra, Rabu (29/3/2023).

Menurut Mahendra proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung menjadi proyek dengan penurunan laba terbesar, dari sebelumnya Rp156 miliar menjadi Rp61,18 miliar.

Perusahaan Joint Venture yang menggarap mega proyek ini adalah WIKA-CRIC-CRDC-CREC-CRSC sebagai kontraktor penggarap engineering procurement construction (EPC) dengan kepemilikan saham WIKA 30 persen.

Proyek lain yang mengalami penurunan laba adalah Stadion Internasional Jakarta (JIS) dari sebelumnya Rp73,33 miliar menjadi Rp50,88 miliar.

Dalam proyek JIS, Wijaya Karya membentuk perusahaan patungan bersama Pemprov DKI Jakarta dengan kepemilikan saham WIKA sebesar 51 persen.

Sementara pada proyek LPG Refrigrated di Tuban, WIKA membentuk Joint Venture bersama JGC Indonesia, namun proyek ini mengalami penurunan laba dari Rp23 miliar menjadi Rp7,22 miliar.

Untuk total penjualan bersih Joint Venture WIKA di tahun 2022 meningkat 20,67 persen, dari Rp17,80 triliun menjadi Rp21,48 triliun.

Namun pendapatan yang naik tidak mampu menyelamatkan perusahaan dari kerugian bersih senilai Rp59,59 miliar.

Terkait hal ini, pihak perseroan sudah menetapkan sejumlah langkah guna memperkuat kinerja di tahun 2023,.

“Beberapa langkah utama yang akan kami lakukan adalah memperkuat aspek manajemen risiko lebih lebih fokus pada proyek yang skema pembayarannya berdasarkan perkembangan,” kata dia.

Persroan juga akan melakukan efisiensi biaya operasional, termasuk mendorong digitalisasi di sektor produksi dan penunjang. []