BUMNREVIEW.COM, Jakarta – Laba Bank DKI sepanjang tahun 2022 tercatat mengalami pertumbuhan signifikan hingga 29,11 secara tahunan (YoY).
Besaran laba Bank DKI secara bersih mencapai Rp939,11 miliar, sementara di tahun 2021 laba bersihnya Rp727,36 miliar.
Melalui keterangan tertulis pada Rabu (8/2/2023), Direktur Utama Bank DKI Fidri Arnaldy mengatakan capaian laba Bank DKI ini menjadi yang tertinggi dalam sejarah.
Selain laba yang melonjak, pihak perseroan juga berhasil menaikkan nilai aset perusahaan sebesar 11,51 persen, dari Rp70,74 triliun di tahun 2021 menjadi Rp78,88 triliun di tahun 2022.
“Ini merupakan pencapaian kinerja yang impresif karena sejak Bank DKI berdiri, baru kali ini kita berhasil mencatatkan laba tertinggi, nilainya mendekati Rp1 triliun,” ujarnya.
Adapun kenaikan laba Bank DKI adalah dampak dari peningkatan pendapatan bunga 16,64 persen, dari dari Rp3,88 triliun menjadi Rp4,53 triliun.
Transaksi pada platform digital juga memberikan dampak signifikan pada perolehan laba bersih, yaitu fee-based income naik 27,71 persen dari Rp451 miliar menjadi Rp576 miliar.
Bank DKI juga berhasil menekan beban bunga, sehingga pendapatan bunga bersih naik 8,92 persen dari Rp2,69 triliun menjadi Rp2,93 triliun.
Direktur Keuangan dan Strategi Bank DKI, Romy Wijayanto mengatakan kinerja keuangan perseroan di tahun 2022 juga menunjukkan perbaikan yang konsisten.
Romy menyebutkan Rasio Return on Equity (ROE) naik dari 7,96 persen menjadi 10,10 persen, dan Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional terjaga pada 78,19 persen dan Net Interest Margin sebesar 4,71 persen.
“Hal ini membuktikan bahwa Bank DKI mampu menjaga tingkat efisiensi dan menurunkan Cost of Fund, dan kami juga telah membentuk cadangan kerugian sebagai langkah memitigasi dalam menghadapi tantangan ekonomi global,” ungkapnya.
GENJOT PENYALURAN KREDIT
Bank DKI juga berhasil menaikkan penyaluran kredit sepanjang tahun 2022 sebesar 23,53 persen, dari Rp39,16 triliun menjadi Rp48,37 triliun.
Dirut Bank DKI Fidri Arnaldy menjelaskan peningkatan kredit ini didorong dengan tumbuhnya seluruh segmen usaha yang agresif secara tahunan.
Fidri mencontohkan segmen mikro, penyaluran kredit naik hingga 54,22 persen dari Rp1,66 triliun menjadi Rp2,56 triliun dan segmen ritel naik 40,30 persen dari Rp922,44 miliar menjadi Rp1,29 triliun.
Kemudian segmen konsumer tumbuh 13,61 persen dari Rp17,43 triliun menjadi Rp19,81 triliun, dan kredit sindikasi melonjak hingga 70,29 persen dari Rp3,71 triliun menjadi Rp6,31 triliun.
“Untuk segmen kredit komersial juga naik 15,4 persen Rp14,30 triliun menjadi Rp16,51 triliun dan segmen menengah naik signifikan 67,28 persen, dari Rp1,13 triliun menjadi Rp1,89 triliun,” tutupnya. []