BUMNREVIEW.COM, Jakarta – Perpanjangan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) oleh China serta tarif resiprokal dari Amerika Serikat (AS) menjadi tantangan bagi prospek industri baja pada semester II-2025.
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) telah menyiapkan strategi untuk mengatasi hambatan perdagangan ekspor dan memperkuat penjualan di pasar domestik.
China telah memperpanjang BMAD sebesar 20,2% untuk produk baja nirkarat atau Stainless Steel (SS), termasuk semi finished billet SS dan Hot Rolled Coil (HRC) SS. Di sisi lain, produk Indonesia yang memasuki pasar AS akan dikenakan tarif tambahan sebesar 32% mulai 1 Agustus 2025.
Direktur Utama Krakatau Steel, M. Akbar Djohan, menegaskan bahwa sebagai perusahaan milik negara yang beroperasi di industri baja, fokus utama KRAS adalah memenuhi kebutuhan pasar domestik. Terutama untuk sektor infrastruktur, otomotif, energi, dan manufaktur nasional.
Penjualan KRAS sebagian besar ditujukan untuk pasar domestik, dengan kontribusi sekitar 91%.
Sementara itu, porsi ekspor hanya sekitar 9%. Meskipun demikian, KRAS bersama pelaku industri baja nasional tetap waspada terhadap dampak hambatan perdagangan ekspor, terutama akibat kebijakan tarif resiprokal yang dikeluarkan oleh Presiden AS Donald Trump.
Secara historis, volume dan nilai ekspor baja Indonesia ke AS tidak signifikan. Tujuan ekspor industri baja nasional lebih banyak diarahkan ke kawasan Asia, Afrika, dan Eropa.
“Namun, kita tetap perlu waspada terhadap dampak tidak langsung dari penerapan tarif Trump, seperti pengalihan impor dari negara lain, termasuk ke Indonesia,” ujar Akbar (14/7).
Oleh karena itu, pelaku industri baja berupaya menjaga pasar domestik dari potensi serbuan pengalihan impor dari sejumlah negara. Permintaan baja di pasar domestik sangat dipengaruhi oleh sektor konstruksi, otomotif, pengolahan, dan manufaktur. Sektor konstruksi memberikan kontribusi paling besar, sekitar 77% terhadap konsumsi baja nasional.
KRAS mengamati peluang dari sektor konstruksi yang masih memiliki potensi untuk berkembang. Sejalan dengan keberlanjutan investasi infrastruktur, konstruksi pipa industri, serta sektor perumahan. Termasuk proyek 3 juta rumah yang menjadi salah satu program unggulan pemerintah.
“Percepatan penyerapan proyek infrastruktur sangat dinantikan oleh produsen baja agar dapat menyerap pasokan dari pabrik domestik. Namun, terdapat berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh industri baja seperti kondisi oversupply, produk impor yang murah, serta proteksionisme global,” jelas Akbar.
KRAS juga menerapkan strategi inovasi produk untuk mengembangkan produk baja dengan nilai tambah yang tinggi. Di antaranya baja khusus untuk otomotif, konstruksi berkelanjutan, dan kebutuhan industri teknologi tinggi.
Strategi ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing serta membuka peluang di segmen pasar premium yang lebih stabil dan kurang sensitif terhadap harga.
DIVERSIFIKASI EKSPOR
Meskipun porsi penjualan ekspor relatif kecil dibandingkan dengan pasar domestik, KRAS tetap mengusung strategi perluasan dan diversifikasi pasar ekspor. KRAS ingin memperkuat jaringan pasar di kawasan Asia Tenggara, Asia Timur, dan Timur Tengah.
“KRAS berupaya mengurangi ketergantungan pada pasar yang rentan terhadap perubahan kebijakan proteksionis. Pasar-pasar ini memiliki kebutuhan baja yang terus meningkat, seiring dengan perkembangan infrastruktur dan industri di kawasan,” ungkap Akbar.
Adapun, pasar ekspor KRAS saat ini banyak menyasar kawasan Eropa (Spanyol, Italia, Belgia, Portugal dan Jerman), Asia Tenggara (Malaysia dan Vietnam), Austalia, Pakistan, dan Turkiye. Pada tahun ini, KRAS menggenjot diversifikasi pasar.
KRAS telah mengirimkan produk hot rolled sebanyak 10.700 ton ke Italia dan Spanyol. KRAS juga mengirim sebanyak 2.400 ton cold rolled ke Polandia. “Selain negara-negara tersebut, KRAS akan menargetkan pasar baru ke India dan Afrika,” tandas Akbar. []






